Masjid Jami' & Klenteng Kong Fuk Miau, Muntok, Bangka.
October 21, 2015
Toleransi
antar umat beragama. Pengamalan sila pertama ini benar-benar terwujud dan telah
terjalin selama ratusan tahun. Begitulah yang saya rasakan ketika berkunjung ke
salah satu sudut Kota Muntok. Sebuah bangunan masjid berwarna hijau bersanding
dengan bangunan klenteng berwarna merah menyala. Kedua bangunan tersebut adalah
Masjid Jami’ Muntok dan Klenteng Kong Fuk Miau yang terletak di Kampung
Tanjung, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Siang itu saya memang
menyempatkan diri mampir ke daerah Pasar Muntok. Kawasan ini berada di ujung
kota, berdekatan dengan pelabuhan lama. Suasana khas etnis Tionghoa memang
sudah sangat terasa ketika saya memasuki kawasan Pasar. Lampion, hiasan
pernak-pernik, dan berbagai ornamen berwarna merah dapat kita jumpai dengan
mudah di jalanan sekeliling pasar. Ya, masyarakat tionghoa memang menjadi salah
satu aktor utama dalam roda perekonomian yang berputar di Kota Muntok ini. Kedatangan
masyarakat tionghoa bermula dari inisiatif Sultan Palembang Darussalam Mahmud
Badaruddin II untuk mendatangkan tenaga kerja dari daratan Cina. Mereka
dipekerjakan untuk mengolah pertambangan timah, seperti yang dilakukan oleh
Sultan Johor. Sejak saat itulah rombongan etnis tionghoa mulai menyebar ke
penjuru pulau Bangka, khususnya Kota Muntok.
Bangunan utama Masjid Jami' Muntok
|
Berkeliling
kawasan pasar melihat aktivitas masyarakatnya memang menjadi salah satu
alternatif untuk lebih mengenal kota kecil di ujung Pulau Bangka ini. Siang itu
matahari begitu hangat menyinari Kota Muntok. Setelah beberapa saat berkeliling
pasar, sayapun akhirnya singgah di Masjid Jami’ Muntok yang merupakan masjid
tertua di Pulau Bangka. Pembangunan Masjid ini tidak terlepas dari perkembangan
Kota Muntok pada saat itu yang telah menjadi salah satu kota besar semenjak
kehadiran Belanda. Masjid Jami’ Muntok dibangun pada masa pemerintahan H. Abang
Muhammad Ali (Tumenggung Kartanegara II) pada tahun 1883. Disinilah suasana
kerukunan antar umat bergama benar-benar tercermin. Betapa tidak, pembangunan
masjid dengan luas 7500 m2 ini dibantu oleh para warga tionghoa sekitar. Bahkan
seorang Mayor bernama Chung A Thiam yang kediamanya sekarang dijadikan salah
satu obyek wisata sejarah di kota Muntok juga turut andil dalam pembangunan
Masjid. Dibangun persis di sebelah Klenteng Kong Fuk Miau yang telah bediri
terlebih dahulu, Masjid Jami’ Muntok ini memiliki 5 pintu yang melambangkan pengamalan
5 rukun islam. Enam tiang penyangga yang berada di depan teras masjid
melambangkan 6 rukun iman, sedangkan empat tiang di dalam masjid diartikan
sebagai para sahabat nabi.
Lokasi belajar mengajar dan menara |
Bagian dalam Masjid |
Setelah
singgah beberapa saat dan sempat berbincang-bincang dengan penjaga masjid,
sayapun akhirnya bergeser mengunjungi Klenteng Kong Fuk Miau yang konon lebih
tua dibanding Masjid Jami’ Muntok. Memasuki pintu gerbang, kesan bangunan
tua memang sudah sangat terasa. Aroma dupa yang dibakar pun langsung menusuk
hidung, menambah kesan sakral sebuah tempat ibadah yang didominasi olah warna
merah di setiap sudutnya. Sayapun melanjutkan langkah saya menuju halaman
tengah yang cukup luas, seperti ciri khas bangunan klenteng pada umumnya. Dibangun
pada tahun 1820 oleh masyarakat sekitar, Klenteng Kong Fuk Miau ini terdiri
dari beberapa bagian. Bangunan utama yang digunakan untuk beribadah, bangunan
samping, dan dua buah bangunan pagoda. Sampai saat ini, Klenteng Kong Fuk Miau
masih aktif dijadikan sebagai tempat ibadah dan juga lokasi latihan tim
barongsai.
Bagian pintu masuk Klenteng |
Pagoda dan Menara Masjid terlihat bedekatan |
2 komentar
Bagus banget.... Dan keberagaman yg dilandasi dg cinta kasih ternyata sangat indah
ReplyDeletehehe makasih bude tutik.
Delete